Senin, 16 Juni 2014

Tips untuk memilih calon Presiden dan Wakil Presiden

Diposting oleh Unknown di 6/16/2014 09:28:00 AM


Dengan itikad baik demi kejayaan dan kesejahteraan bangsa Indonesia, komunitas Intelijen Indonesia ingin menyampaikan beberapa tips kepada para pemilih dalam pilpres 2014 bulan Juli nanti. Perlu pula digarisbawahi bahwa Intelijen harus netral sesuai dengan amanat Undang-Undang Intelijen No.17 Tahun 2011. Sehingga tips ini tidak dimaksudkan untuk mengarahkan kepada salah satu pasangan capres/cawapres.


Berikut ini tips singkat yang perlu anda pertimbangkan:

Pertama. Mayoritas bangsa Indonesia mendambakan kehidupan yang lebih baik, artinya masalah pembangunan ekonomi dan perbaikan kehidupan sosial menjadi isu krusial yang akan segera tampak dan terasa dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini sesungguhnya tidak identik dengan konsep ekonomi kerakyatan yang tidak jelas secara teori ekonomi, melainkan lebih merupakan bagian dari keseriusan pemerintah untuk memutuskan apakah kebijakannya akan berpihak kepada pengembangan ekonomi lemah, ataukah mengandalkan ekonomi pasar yang ditopang oleh konglomerasi dengan mendorong terjadinya trickle down effect, ataukah memperbesar peranan pemerintah yang berarti menyeimbangkan ekonomi pasar murni tanpa terjerumus ke dalam sistem ekonomi sosialis-komunis yang mana ekonomi sepenuhnya dikendalikan pemerintah. Pilihan model pembangunan ekonomi Indonesia tersebut akan sangat tergantung pada arsitek ekonomi yang akan mengisi posisi penting di pemerintahan. Presiden pada umumnya tidak mengurusi secara detail sehari-hari isu tersebut, namun akan mengambil keputusan penting yang berpengaruh terhadap kesejahteraan rakyat. Perhatikan misalnya bagaimana kiprah tokoh-tokoh yang masuk bidang ekonomi yang pernah dipilih oleh Presiden SBY dalam beberapa perombakan kabinet jilid I dan II seperti Boediono, Sri Mulyani, Fahmi Idris, Mari Elka Pangestu, Jusuf Anwar, Aburizal Bakrie, Paskah Suzetta, Andung Nitimiharja, Hatta Rajasa, Agus Martowardoyo, Chatib Basri, MS Hidayat, Gita Wirjawan, Muhammad Lutfi, Armida Alisjahbana, dan Mahendra Siregar, ada kemiripan karakteristik mereka yakni kehati-hatian dalam pengambilan kebijakan di bidang masing-masing. Selain itu, kecenderungan untuk percaya dengan sistem ekonomi pasar (yang oleh sebagian kalangan dilabelkan sebagai neo-liberal) mampu diseimbangkan dengan peranan terbatas dari pemerintah dalam menjaga stabilitas. Pilihan Presiden SBY boleh dikatakan sangat tepat pada khususnya pada jilid I yang merupakan cerita sukses awal kebangkitan ekonomi Indonesia paska transisi dan recovery ekonomi Indonesia era Presiden Megawati. Bahwa masih banyak yang kecewa dengan situasi ekonomi Indonesia dapat dipahami karena meskipun catatan statistik yang mengesankan dan mencerminkan keberhasilan ekonomi makro masih diwarnai fakta angka kemiskinan, kurang meratanya kesejahteraan dan sejumlah masalah khususnya kasus korupsi. Dalam kaitan ini, perhatikan sungguh-sungguh bagaimana konsep pembangunan ekonomi pasangan capres/cawapres. 

Kedua. Masih terakit dengan isu pembangunan ekonomi di atas, isu domestik/dalam negeri termasuk di dalamnya berbagai aspek pemerintahan di dalam negeri, hubungan pusat-daerah, berbagai aspek departemen teknis menyangkut isu kesehatan, pendidikan, pertanian/peternakan/perikanan, pengelolaan hutan, lingkungan hidup, fasilitas umum dan sosial, masalah hukum dan HAM serta penanganan kejahatan, keamanan dalam negeri, komitmen pemberantasan korupsi, kelanjutan reformasi birokrasi, pengembangan pariwisata, perlindungan budaya lokal, pemeliharaan moral anak bangsa, konflik komunal, separatisme, terorisme, harmoni hubungan antar agama dan kepercayaan, lapangan pekerjaan, upah minimum, pengembangan moda transportasi, pengelolaan kekayaan alam migas dan tambang, modernisasi sistem pertahanan dan strategi pertahanan nasional, dlsb yang bisa menjadi daftar yang sangat panjang bila kita ingin teliti dan menjadi negara besar. Dalam kaitan ini, bila anda ada kesempatan berkonsentrasilah pada bidang yang anda geluti dan tanyakan kepada para capres/cawapres bagaimana mereka akan merespon atau merencanakan perbaikan kondisi bangsa di bidang-bidang tersebut. Kita jangan berhenti pada pertanyaan klise dan kampanye retorika, melainkan sudah waktunya untuk lebih secara terinci mengungkapkan masalah yang kita hadapi dan dapat memberikan kepercayaan kepada Presiden/Wapres yang terpilih nantinya.

Ketiga. Juga masih terkait dengan isu pembangunan ekonomi dan masalah domestik, maka isu luar negeri merupakan hal yang tidak dapat diabaikan oleh pemerintah karena Presiden/Wapres siapapun yang akan kita pilih akan merepresentasikan bangsa Indonesia di kancah internasional. Kaitannya adalah bahwa sebagai nation state kita akan berinteraksi secara bilateral maupun multilateral, baik di kawasan maupun di tingkat global. Hal ini terkait dengan konflik (perdagangan, teritorial, kepentingan), kerjasama (ekonomi, sos-bud, pertahanan, strategis), kontribusi Indonesia, bantuan internasional, dlsb. Dalam kaitan ini, seorang Presiden/Wapres harus memiliki kepercayaan diri yang tinggi sebagai representasi dari bangsa yang besar, penduduk terbesar ke-4 di dunia, penduduk Muslim terbesar di dunia, negara demokrasi terbesar ketiga setelah India dan Amerika Serikat, negara terbesar di ASEAN, dan berbagai identitas yang melekat kepada Republik Indonesia dalam pergaulan internasional. Mengenai konsep kebijakan luar negeri tentunya secara detail merupakan domain dari Kementerian Luar Negeri, sehingga pilihan Menlu harus tepat yang akan dapat secara efektif membantu pelaksanaan kebijakan luar negeri Indonesia. Diplomat karir yang memiliki catatan prestasi yang bagus merupakan pilihan profesional yang patut dipertimbangkan, sementara pilihan dari luar diplomat karis harus memperhatikan kemungkinan adanya kecenderungan partisan dalam isu internasional yang keluar dari pakem kebijakan luar negeri Indonesia yang bebas dan aktif. Siapapun capres/cawapres harus belajar tentang dinamika internasional, dari sisi formal diplomasi merujuk ke Kemlu dari sisi rahasia dan informasi luar negeri yang sensitif ke Badan Intelijen Negara (BIN), tentunya pengembangan Kemlu dan BIN sebagai sumber informasi luar negeri harus terus didukung. Lalu bagaimana dengan masalah performance Presiden/Wapres di dunia internasional, kepada semua capres/cawapres perlu mempertimbangkan keseimbangan penggunaan bahasa Inggris dan bahasa Indonesia sebagai bagian dari promosi kebudayaan Indonesia melalui bahasa Indonesia. Artinya tidak perlu khawatir dengan masalah bahasa, termasuk kebiasaan pergaulan internasional. Kita sebagai pemilih, tentunya juga menginginkan performance internasional Presiden kita ke depan minimal seperti yang sudah ditunjukkan oleh Soekarno, Soeharto, Habibie, Abdurrahman Wahid, Megawati, dan Susilo Bambang Yudhoyono. Hal ini semoga juga dipelajari oleh para capres/cawapres kita.

Semoga tiga hal sederhana diatas dapat menambah daya kritis kita ketika memilih capres/cawapres. Insya Allah bangsa Indonesia akan mampu memilih yang terbaik bagi bangsa dan negara.

 Wednesday, May 14, 2014

0 komentar:

Posting Komentar

 

Bintan Roisah Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea